. Mar Inspiration: Persiapan Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Senin, 09 Agustus 2010

Persiapan Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Adalah suatu nikmat yang besar bagi kaum muslimin yang Allah ‘azza wa Jalla  memuliakan mereka dengannya, yaitu menjadikannya bulan Ramadhan sebagai rahmat untuk mereka dan peluang dalam memperoleh berbagai pahala dan kenikmatan dari sisi-Nya, yang kelak akan menjadi bekal guna menghadap Ilahi Yang Maha Perkasa dan Maha menghitung seluruh amalan manusia di muka bumi. Allah Subhanahu wataala berfirman dalam surah Al Baqarah: 185 yang artinya “Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeda.”

Dijadikannya puasa wajib (yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima) pada bulan Ramadhan merupakan keutamaan tersendiri baginya. Apalagi ditambah lagi keutamaan-keutamaan lain bagi orang yang berpuasa. Allah Jalla Tsa’nauhu takkala menyebutkan sederet orang-orang yang beramal shaleh dan menyebutkan di antara mereka laki-laki dan wanita yang berpuasa lalu kemudian menyatakan pahala untuk mereka dalam firman-Nya dalam surah Al-Ahzab:35 yang artinya: “Allah menyiapkan untuk mereka pengampunan dan pahala yang sangat besar”.

Selain itu junjungan kita Rasulullah Shallahu ‘alahi wasallam dalam hadits-hadits yang shahih menjelaskan berbagai keutamaan puasa dan orang yang berpuasa. Diantaranya beliau menyebutkan bahwa puasa adalah perisai dari api neraka sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Jabir, ‘Utsman bin Abil ‘Ash dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhum yang diriwayatkan Imam Ahmad, dimana Beliau Shallahu ‘alahi wasallam menegaskan dalam sabdanya yang artinya : “Puasa merupakan tameng salah seorang dari kalian pada peperangan”.

Dan beliau juga menyebutkan bahwa puasa merupakan sebab di ampuninya dosa-dosa seorang hamba yang telah lalu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menyatakan : “Siapa yang puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.

Dan beliau juga mengabarkan bahwa puasa adalah pemutus keinginan syahwat sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim : “Wahai para pemudasiapa dari kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaklah ia menikah karena hal tersebut untuk menundukkan pandangannya dan lebih

Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ?menjaga kemaluannya dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya puasa itu sebagai pemutus syahwatnya”.

Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ?Dan Rasulullah Shallalhu ‘ alaihi wasallam mengabarkan bahwa seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah akan dijauhkan dari neraka sejauh perjalanan yang ditempuh selama 70 tahun sebagaimana dalam hadits Abi Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim: “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun karena puasanya pada hari itu”.

Dan di dalam riwayat Bukhari dan Muslim dengan lafadz pada Imam Muslim dan hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan beberapa keutamaan lain bagi orang yang berpuasa :

“Setiap amalan anak Adam kebaikannya dilipat gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman; kecuali puasa, karena ia khusus untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa (ada) dua kegembiraan takkala berjumpa dengan Rabbnya, dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa (yang keluar dari lambungnya) lebih harum disisi Allah dari bau misk”.

Dan Nabi Shallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tentang adanya pintu khusus di surga bagi orang-orang berpuasa yang bernama Ar-Rayyan, sebagaimana dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: “Sesungguhnya di dalam surga ada pintu yang bernama Ar-Rayyan, orang-orang yang berpuasa masuk pada pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada seorangpun selain orang-orang yang berpuasa yang masuk bersama mereka, kemudian dikatakan: ‘Dimana orang-orang yang berpuasa?’, lalu Masuklah mereka dari pintu tersebut sehingga apabila telah masuk orang terakhir dari mereka maka ditutuplah pintu tersebut kemudian tak seorangpun akan masuk lewat pintu itu”.

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan orang yang berpuasa, akan tetapi mudah-mudahan apa yang disebutkan diatas sudah cukup bagi kita untuk mengingat kembali besarnya pahala bagi orang yang berpuasa.

Melihat besarnya keutamaan puasa ini, maka amatlah wajar kalau kaum muslimin harus banyak menelaah tuntunan syariat yang benar dalam menunaikan kewajiban mereka, apalagi dengan banyaknya kesalahan dalam pelaksanaan puasa yang menyelisihi tuntunan syari’at yang mulia

Berikut ini kami ketengahkan kehadapan kaum muslimin tuntunan puasa yang benar, berupa kesimpulan-kesimpulan yang dipetik dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Sallalahu alahi wasallam yang shahih berdasarkan pemahaman ‘ulama salaf dan dengan meninggalkan segala jenis fanatisme terhadap suatu mazhab tertentu dan pendapat yang tidak mempunyai landasan dalil.

Kami uraikan dengan ringkas agar menjadi tuntunan yang praktis bagi setiap muslim dalam menjalani puasa Ramadhan, walaupun sebenarnya kaum muslimin sangat membutuhkan tuntunan lengkap tentang puasa Rasulullah Sallalahu alahi wasallam secara keseluruhan yang mana pembahasan lengkap tersebut akan anda dapatkan pada buku serial “silsilah Fiqh Islam:, insya Allahu Ta’ala

Mudah-mudahan bermanfaat bagi segenap kaum muslimin dan muslimat dalam menjalankan puasa yang mulia ini. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ? BEBERAPA PERKARA YANG PERLU DIKETAHUI SEBELUM MASUK RAMADHAN

1. Tidak boleh berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan maksud berhati-hati jangan sampai Ramadhan telah masuk pada satu atau dua hari itu sementara mereka tidak mengetahuinya. Adapun kalau berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan karena bertepatan dengan kebiasaannya seperti puasa senin-kamis, puasa Daud, dan lain-lain ini adalah perkara yan boleh. Seluruh hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu riwayat Bukhori dan Muslim: “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu hari atau dua hari kecuali seseorang yang biasa berpuasa dengan suatu puasa, maka tetaplah ia berpuasa”

2. Penentuan masuknya bulan dengan cara melihat Hilal. Hilal adalah bulan sabit kecil yang nampak di awal bulan. Dalam perhitungan bulan Islam hanya terdapat 29 atau 30 hari, sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma riwayat Bukhori-Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala menyebutkan Bulan Ramadhan beliau mengisyaratkan kedua tangannya seraya bersabda: “Bulan itu begini dan begini dan begini dengan melipat ibu jarinya pada yang ketiga (maksudnya sepuluh tambah sepuluh tambah sembilan), maka puasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena kalian melihatnya, kemudian apabila bulan tertutupi atas kalian, maka genapkanlah bulan itu tiga puluh”.

Maka melihat hilal dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban setelah matahari tenggelam. Apabila hilal nampak maka telah masuk tanggal 1 Ramadhan dan apabila hilalnya tidak nampak maka bulan sya’ban digenapkan 30 hari dan setelah tanggal 30 sya’ban dengan otomatis besoknya adalah tanggal 1 Ramadhan.

Apabila telah dilihat hilal pada satu negara, maka harus atas seluruh negeri lain di dunia untuk berpuasa. Ini merupakan pendapat jumhur ‘ulama yang dipetik dari ayat dalam surat Al-Baqarah: 185: “Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa”.

Dan juga dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallu ‘anhuma riwayat Bukhori dan Muslim yang tersebut di atas dan Hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu riwayat Bukhori dan Muslim: ”Berpuasalah kalian karena melihatnya dan apabila bulan tertutupi atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh”.

Ayat dan dua hadits di atas adalah pembicaraan yang ditujukan kepada kaum muslimin dimanapun mereka berada di muka bumi ini wajib atas mereka untuk berpuasa tatkala ada dari kaum muslimin yang melihat hilal.

NIAT DALAM PUASA

Tidaklah diragukan bahwa niat merupakan syarat syahnya puasa dan seluruh jenis ibadah sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Hadits ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘anhu riwayat Bukhori dan Muslim: “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dari niatnya dan setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan”.

Karena itu hendaknyalah seorang muslim harus benar-benar memperhatikan masalah niat ini yang menjadi tolak ukur diterima atau tidaknya amalannya dan seorang muslim tatkala akan berpuasa hendaknya berniat

dengan sungguh-sungguh dan bertekad untuk berpuasa karena Allah Ta’ala. Dan niat tempatnya di dalam

hati, tidak dilafadzkan sebagaimana yang dipahami dari hadits di atas.

Diwajibkan niat semenjak malam harinya yaitu setelah matahari terbenam sampai terbit fajar subuh.

Dan kewajiban berniat dari malam hari ini umum pada puasa wajib maupun puasa sunnah menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama.

Dan tidak dibenarkan berniat satu kali saja untuk satu bulan bahkan diharuskan berniat setiap malam.

Tiga poin di atas berdasarkan perkataan ‘Ibnu ‘Umar dan Hafshah Radhiallahu ‘anhum yang mempunyai hukum marfu’ (sama hukumnya dengan hadits yang diucapkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) dengan sanad yang shahih: “Siapa yang tidak berniat di malam hari maka tidak ada puasa baginya”.

Apabila telah pasti masuk 1 Ramadhan dan berita tidak diterima kecuali pada pertengahan hari, maka hendaknyalah bersegera berpuasa sampai maghrib walaupun telah makan atau minum sebelumnya dan tidak ada kewajiban qadha’ atasnya. Sebagaimana dalam hadits Salamah bin Al-Akwa’ Radhiallahu ‘anhu riwayat Muslim, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang laki-laki dari Aslam pada hari Asyura dengan memerintahkannya untuk mengumumkannya kepada manusia siapa yang belum berpuasa maka hendaknya ia berpuasa dan siapa yang telah makan maka hendaknya dia sempurnahkan puasanya sampai malam hari”

WAKTU PELAKSANAAN PUASA

Waktu puasa bermula pada terbitnya fajar subuh dan berakhir ketika matahari terbenam. Allah Subhanahu wata’ala menyatakan dalam surah Al-Baqarah: 187: “Makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.

Makan Sahur

Makan sahur adalah suatu hal yang sangat disunnahkan dalam syariat Islam karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkannya dan mengabarkan bahwa pada sahur ada berkah bagi seorang muslim di dunia dan di akhirat sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik riwayat Rukhori- Muslim: “Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu ada berkah”.

Bahkan Beliau menjadikan sahur sebagai salah satu syi’ar Islam yang sangat agung yang membedakan kaum muslimin dari orang-orang yahudi dan nashrani, sebagaimana dalam hadits ‘Amr bin ‘Ash Radhiallhu ‘anhu riwayat Muslim: “Dan beda antara puasa kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur”.

Dan juga disunnahkan mengakhirkan sahur sampai dekat dari adzan subuh, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam makan sahur antara adzan dan mulainya beliau sahur dalam selang waktu membaca 50 ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek. Hal tersebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit riwayat Bukhori dan Muslim: “Kami bersahur bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian kami berdiri untuk sholat. Saya berkata (Anas bin Malik): berapa jarak antara keduanya (antara sahur dengan adzan)? Ia menjawab: lima puluh ayat”.

Dan dari hadits di atas juga dapat dipetik kesimpulan akan disunnahkannya makan sahur secara bersama.

Dan sebaik-baiknya makanan yang dipakai bersahur oleh seorang mu’min adalah korma. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu riwayat Abu Dawud dengan sanad shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baiknya sahur seorang mu’min adalah kurma”.

Batas akhir bolehnya makan sahur sampai adzan subuh, apabila telah masuk adzan subuh maka hendaknya menahan makan dan minum. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ayat dalam surah Al Baqarah :187: yang artinya: “Makan dan minumlah kalian hingga jelas nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnahkanlah puasa itu sampai malam”

Apabila telah yakin akan masuk waktu subuh dan seseorang sedang makan atau minum maka hendaknyalah berhenti dari makan dan minumnya. Ini merupakan fatwa syekh Abdul ‘Aziz bin Baaz dan anggota Al Lajnah Ad- Daimah dan juga fatwa syekh Muqbil bin Hadi Al Wadi’y dan beberapa ulama lainnya berdasarkan nash ayat di atas. Adapun hadits Abu hurairah Radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian mendengar panggilan (adzan) dan bejana berada di tangannya maka janganlah meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya dari bejana tersebut”.

Hadits ini adalah hadits lemah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hatim dalam Al ‘Ilal 1/123 no 340 dan 1/256 no 756

Apabila seseorang ragu apakah waktu subuh telah masuk atau tidak maka diperbolehkan makan dan minum sampai ia yakin bahwa waktu subuh telah masuk.

Hal ini berdasarkan ayat dalam surah Al Baqarah:187 yang artinya: “Makan dan minumlah kalian hingga jelas nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnahkanlah puasa itu sampai malam”.

Ayat ini memberikan pengertian apabila fajar subuh telah jelas nampak maka harus berhenti dari makan dan minum, adapun kalau belum jelas nampak seperti yang terjadi pada orang yang ragu diatas masih boleh makan dan minum.

PERKARA-PERKARA YANG WAJIB DITINGGALKAN OLEH ORANG YANG BERPUASA

1. Diwajibkan atas orang yang berpuasa untuk meninggalakan Makan, Minum, dan hubungan Seksual

Meninggalkan makan, minum, dan hubungan seksual ini adalah perkara yang maklum berdasarkan ayat surah Al-Baqarah:187 dan hadits abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhory dan Muslim dengan lafadz pada Imam Muslim dari bahwasanya Rasulullah Sahallalahu ‘alaih wasallam menegaskan: “Setiap amalan anak Adam kebaikannya di lipat gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat Allah ‘Azza wa jala berfirman: kecuali puasa, karena ia khusus untuk-Ku dan aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalakan syahwatnuya dan makanannya karena Aku”.

2. Diwajibkan Meninggalkan perkataan Dusta, Riba, dan Mengadu Domba.

3. Juga diharuskan meninggalkan segala Perkara yang sia-sia dan tidak berguna.

Adapun dalil untuk dua point di atas adalah dalil umum akan pelarangan perkara-perkara di atas dan Rasulullah Sahallalahu ‘alaih wasallam menjelaskan secara khusus menyangkut puasa dalam hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary: “Siapa yang tidak meninggalkan perkara dusta dan beramal dengannya maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada hajat (pada puasanya) ia meninggalkan makan dan minumnya”.

Dan juga dalam hadits Abi Hurairah riwayat Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang hasan Rasulullah Sahallalahu ‘alaih wasallam menegaskan : “ Bukanlah puasa itu (menahan) dari makan dan minumnya, puasa itu hanyalah (menahan) dari perbuatan sia-sia dan tidak berguna”.

.

HAL-HAL YANG MAKRUH BAGI ORANG YANG BERPUASA

1. Berbekam

Berbekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala dan lainnya) adalah makruh karena bisa mengakibatkan lemahnya tubuh dan menyeret orang berbekam untuk berbuka dan memberikan donor darah dan semakna dengan ini.

Hukum ini merupakan bentuk kompromi dari dua hadits Rasulullah shallalahu ‘alahi wasallam yaitu antara hadits yang mutawatir yang didalamnya beliau menyatakan : “Telah berbuka orang yang berbekam dan orang yang membekamnya”.

Dan hadits Abdullah bin Abbas riwayat Bukhari : “Sesungguhnya Nabi shallalahu ‘alahi wasallam berbekam dan ia dalam keadaan berpuasa”.

2. Memeluk dan mencium istri sehingga membangkitkan syahwatnya.

Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud dengan sanad yang shahih beliau berkata : “Sesungguhnya seorang lelaki bertanya kepada Nabi shallalahu ‘alahi wasallam tentang memeluk bagi orang yang berpuasa maka beliau memberikan keringanan kepadanya (untuk melakukan hal tersebut) dan datang laki-laki lain bertanya kepada Beliau dan beliaupun melarangnya (untuk melakukan hal tersebut), ternyata yang memberikan keringanan padanya adalah orang tua dan dilarang adalah seseorang pemuda”

3. Menyambung Puasa dari Maghrib sampai waktu Sahur (puasa Wishol)

Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al khudri riwayat Bukhari Rasulullah shallalahu ‘alahi wasallam bersabda : “Jangnalah kalian puasa wishol, siapa yang menyambung maka sambunglah sampai waktu sahur”.

Pembatal-pembatal Puasa

1. Makan dan minum dengan sengaja merupakan pembatal puasa, adapun kalau sesorang melakukan dengan sengaja atau lupa, tidaklah membatalalkan puasanya.

Hal ini adalah perkara di ketahui secara darurat dan dimaklumi oleh seluruh kaum muslimin berdasarkan dalil yang sangat banyak di antaranya ayat dalam surah Al Baqarah :187 yang artinya : “Makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.

Dan hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhari dan Muslimdengan lafadz pada Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah sallalahu ‘alahi wasallam menegaskan : “Setiap amalan anak adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat Allah “Azza wa Jalla berfirman : kecuali puasa, karena ia khusus untuk Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku”.

Dan juga hadits abu Hurairah riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah sallalahu ‘alahi wasallam bersabda : “Siapa yang lupa dan ia dalam keadaan berpuasa kemudian ia makan dan minum, maka hendaknyalah ia sempurnahkan puasa karena sesungguhnya ia hanyalah di beri maka dan minum oleh Allah”.

Hadits menunjukkan siapa yang makan dan minum dengan sengaja maka hal tersebut membatalkan puasanya.

2. Suntikan-suntikan penambah kekuatan, vitamin dan yang sejenisnya yang masuk dalam makan dan minum

3. Menelan darah mimisan dan darah yang keluar dari bibir juga merupakan pembatal puasa

Dua point diatas berdasarkan keumuman nash-nash yang tersebut di atas.

4. Muntah dengan sengaja juga membatalkan puasa, adapun kalau muntah dengan tidak sengaja tidak membatalkan puasa.

Hal ini berdasarkan perkara-perkara Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai hukum marfu’ yang diriwayatkan oleh Imam Malik dengan sanad yang shahih beliau berkata: “Setiap yang sengaja muntah dan ia dalam keadaan berpuasa maka atasnya membayar qodho’ dan sipa yang dikuasai untuk muntah (muntah dengan tidak sengaja) maka tidak ada qhodo’ atasnya”.

5. Juga haid dan nifas yang merupakan pembatal puasa.

Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhyallahu ‘anhu riwayat Bukhari dan Muslim beliau sallalahu ‘alahi wasallam menegaskan : “adalah hal tersebut (haidh) menimpa kami diperintahkan untuk mengqhodo’ puasa dan tidak di perintah mengqodho shalat”.

6. Bersetubuh

Dan dalilnya akan disebutkan kemudian insya Allah.

BUKA PUASA

1. Waktu puasa Berbuka puasa

Waktu berbuka puasa ketika siang beranjak pergi dan matahari telah terbenam dan malampun menyelubunginya.

Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 187 : yang artinya: “kemudian sempurnahkanlah puasa itu sampai malam”.

Dan didalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam terlalu banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut di antaranya adalah hadits ‘Umar bin Khoththob Radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhari dan Muslim : “Apabila malam telah datang dan siang beranjak pergi serta matahari telah terbenam maka orang yang berpuasa telah berbuka”.

2. Disunnahkan mempercepat Buka Puasa

Disunnahkan mempercepat buka puasa ketika telah yakin bahwa waktunya telah masuk, karena manusia akan tetap berada dalam kebaikan selama ia mempercepat berbuka puasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam dalam hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhari dan Muslim : “Terus-menerus manusia berada dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasa”.

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam menjadikan mempercepat buka puasa (jika telah masuk waktunya) salah satu sebab tetap nampaknya agama ini sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud dengan sanad yang hasan beliaumenegaskan: “Terus-menerus agama ini nampak sepanjang manusia masih mempercepat buka puasa karena orang-orang Yahudi dan Nasharo.

3. Berbuka Sebelum Shalat Maghrib

Dan Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam berbuka sebelum shalat maghrib dengan memakan Ruthob(kurma kuning yang belum matang) dan apabila beliau tidak menemukan Ruthob maka beliau berbuka dengankurma, jika tidak menemukan kurma maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air.

Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik riwayat Abu Daud dengan snad hasan beliau berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam berbukan dengan beberapa biji ruthob sebelum shalat, apabila tidak ada ruthob makadengan korma kalau tidak ada korma maka dengan beberapa teguk air”.

4. Disunnahkan memperbanyak do’a ketika berbuka

Dan disunnahkan memperbanyak do’a ketika berbuka, karena waktu itu merupakan salah satu tempat mustajbnya (diterimanya) do’a sebagaimana dalam hadits shahih dari seluruh jalan-jalannya.

5. Keutamaan memberi Makanan Buka Puasa

Merupakan suatu amalan yang sangat mulia dan mendapatkan pahala yang sangat besar apabila seseorang memberikan makanan buka puasa pada saudaranya.

Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Kholid riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Siapa yang memberikan makanan buka puasa pada orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi puasanya sedikitpun”.

Orang-orang yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa

1. Musafir

Secara umum Allah Ta’ala memberikan keringanan kepada musafir yang sedang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surah Al Baqarah :184 yang artinya: “Barang siapa diantara kalian yang skait atau dalam perjalanan (lalu ia berbuaka) maka (wajib atasnya mengqodho’nya) sebanyak hari yang dia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.

Dan suatu hal yang lain kita ketahui bersama bahwa perjalanan dalam safar kadang merupakan perjalanan yang melatihkan dan kadang perjalanan yang tidak melatihkan. Adapun perjalanan yang melatihkan, yang paling utama bagi sang musafir adalah berbuka berdasarkan hadits Jabir bin ‘Abdillah riwayat Bukhari dan Muslim beliau berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam dalam perjalanan dan beliau melihat seorang lelaki telah dikelilingi oleh manusia dan ia pun telah diteduhi, maka beliau bertanya ada apa dengannya, maka para sahabat menjawab : ia adalah orang yang berpuasa, maka Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda : bukanlah dari kebaikan puasa dalam safar”.

Hadits ini tidaklah menunjukkan haramnya berpuasa dalam perjalanan meletihkan karena boleh bagi orang yang mampu untuk berpuasa walaupun dalam perjalanan yang meletihkan.

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dengan sanad yang shahih dari sebagian sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam ia berkata : “Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan manusia untuk berbuka di dalam perjalanan safar beliau pada tahun penaklukan Makkah dan beliau berkata: persiapkanlah kekuatan kalian dan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam berpuasa berkata Abu Bakr (rawi dari sahabat) berkata sahabat yang memceritakan kepadaku: sesungguhnya saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam di ‘Araj menuangkan air diatas kepala beliaudan beliau dalam keadaan berpuasa karena hausnya atau karena panasnya”.

Dan juga dalam hadits abi Darda’ riwayat Bukhari-Muslim beliau berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam di bulan ramdhan dalam cuaca yang sangat panas sampai-sampai salah seorang diantara kami meletakkan tanganya di atas kepalanya karena panas yang sangat dan tak ada seorang pun yang berpuasa di antara kami kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam dan Abdullah bin Rawalah”.

Adapun di dalam perjalanan yang tidak melatihkan maka berpuasa lebih utama baginya dari berbuka menurut pendapat yang paling kuat dikalangan para ‘Ulama karena hadits-hadits diatas menunjukkan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam berpuasa dalam perjalanan yang melatihkan, maka ia menunjkkan bahwasanya pada perjalanan yang tidak melatihkan lebih utama berpuasa dan juga menjalankan kewajiban makan cepat makin bagus untuk mengangkat kewajibannya, karena itulah dalam posisi yang ia berada dalam perjalan yang itdak melatihkan lebih afdhol baginya untuk berpuasa.

2. orang yang sakit

hal ini berdasarkan ayat dalam surah al Baqarah:184 yang telah kami sebutkan diatas dan beberapa hadits yang shahih

3. wanita haid atau nifas

berdasarkan hadits Abu Said Al-Khdry riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Bukankah wanita apabila ia haid ia tidak shalat dan tidak puasa”.

Adapun wanita yang nifas didalam pandangan sya’at Islam hukumnya dengan wanita haidh hal ini berdasarkan hadits Ummi Salamah riwayat imam Bukhari : “Takkala saya bersama Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam saya bersandardiatas baju maka tiba-tiba saya haidh maka mengalirlah darah lalu saya mengambil pakaian haidhku maka beliau bersabda: apakah kamu nifas maka saya menjawab : ya. Lalu beliau memanggilku mka sayapun bersandar bersamanya diatas permadani”.

Hadits menunjukkan bahwa haidh adalah nifas dalam sisi hukum karena bekiau menamakan haidh itu adalah nifas yaitu takkala Ummu salamah haidh beliau bertanya apakah kamu nifas.

4. Laki-laki dan Wanita Tua yang tidak mampu Berpuasa

5. Wanita hamil dan Menyusui yang Khawatir akan memberikan dampak negatif kepada kandungannya atau anak yang dalam susuannya apabila ia berpuasa.

Dua point diatas berdasarkan hadits Ibnu Abbas riwayat Ibnu jarud dalam Al Muntaqa dengan sanad yang sahih menjelaskan firman Allah ta’ala dalam surah al-Baqarah:184 yang artinya: “Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar Fidyah (yaitu) memberi makan orang miskin”. Berkata Ibnu Abbas : “Dibrikan keringanan bagi laik-laki dan wanita tua untuk hal itu 9tidak berpuasa) dalam keadaan keduanya mampu untuk berpuasa, (diberikankeringanan) untuk tidak berpuasa apabila mereka berdua ingin dan memberikan makan satu orang miskin setiap hari dan tidak ada qodho’ atas mereka berdua, kemudian hal tersebut di hapus hukumnya dalam ayat (al-baqarah:185){barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan ramdahan maka hendakinya ia berpuasa}maka tetaplah hukumnya bagi laki-laki dan wanita tua yang tidak mempu berpuasa dan juga bagi wanita hamil dan menyusui apabila keduanya khawatir (akan memberikan bahayakepada kandungannya atau anak yang ia susui),Keduanya berbuka dan membayar fidyah setiap hari”.

MENGQODHO’ (MENGGANTI) PUASA

Diwajibkan mengqhodo’ atas beberapa orang:

1. Musafir.

2. Orang sakit yang diharapkan bisa sembuh

Yaitu sakit menurut para kesehatan atau menuert kebiasaan adalah penyakit yang bisa disembuhkan.

Dua point ini berdasarkan firman Allah ta’ala dalam surah Al-Baqarah: 184 yang artinya: “Barang siapa diantara kalian yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib atasnya mngqodho’nya) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari lain”.

3. Wanita yang menangguhkan puasa karena haid atau nifas

Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah riwayat Bukhari-Muslim beliau menegaskan: “adalah hal tersebut (haidh) menimpa kami dan kami diperintahkan untuk mengqwadho’ puasa dan tidak di perintahkan mengqodho sholat”.

4. Muntah dengan sengaja.

Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin ‘Umar yang mempunyai hukum marfu’ yang diriwayatkan oleh imam Malik dengan sanad yang shahih beliau berkata: “Siapa yang sengaja muntah dan ia dalam keadaan berpuasa maka atasnya membayar qodho’ dan siapa yang dikuasai untuk muntah (muntah dengan tidak sengaja) maka tidak ada qodho’ atasnya”.

5. Makan dan Minum dengan sengaja

Orang yang berpuasa karena ketingglan beita bahwa Ramadhan telah masuk pada hari ia tinggalkan.

Hal ini berdasarkan berbagai dalil akan wajibnya berpuasa bulan ramdhan satu bulan penuh maka jika ia luput sebagian dari bulan Ramadhan maka ia tidak dianggap berpuasa satu bulan penuh.

Tidak ada qodho’ atas selain orang-orang tersebut diatas.

Waktu untuk mengqodho’

Waktu untuk mengqodho’ bisa dilakukan selesai Ramadhan sampai akhir sya’ban sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari hadits “Aisyah beliau berkata: “Kadang ada tunggakan puasa atas saya dari bulan ramdhan maka saya tidak dapat mengqodho’nya kecuali pada bulan sya’ban lantaran sibuk (melayani) Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam”.

Dan ada keluasan dalm mengqodho’nya, apakah dengan cara berturut-turut atau berpisah-pisah.

Hal in kita umumnya dalam ayat surah Al Baqarah:184 yang artinya: “Maka (wajib atanya mengqadho,nya) sebanyak hari yang dia tinggalkan pada hari-hari yang lain”.

Firman Allah Ta’ala “pada hari yang lain” umum apakah dilakukan berturut turut atau secara terpisah.

Dan tentunya tidaklah diragukan mempercepat mengqodho’ puasa adalah perkara uang afdhol (utama)

Hal ini berdasarkan umumnya perintah bersegera dalam kebaikan yang di tunjukkan oleh berbagai dalil dari Al-Qur’an dan As-sunnah seperti firman Allah Azza wa Jalla dalam surah Al Mu;munun:61 yang artinya : “Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang bersegera dalam memperolehnya”.

Barang siapa yang tidak mengqodho’ puasanya sehingga masuk bulan Ramdhan berikutnya padahal ia sebelumnya mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk mengqadhonya puasanya maka ia dianggap orang yang berdosa sebagaimana yang telah kita baca dalam pernyataan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Saya tidak dapat mengqodho’nya kecuali pada bulan sya’ban”.

Hal ini menunjukkan tidak bolehnya mengakhirkan qodho’ puasa Ramadhan melewati sya’ban, sebab andaikata hal tersebut boleh, niscaya Aisyah mengakhirkan mengqodho’nya melewati bulan Ramadhan karena mungkin saja di bulan sya’ban ia juga sibuk melayani Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam. Berangkat dari sini imam empat dan jumhur(kesepakatan) ulama salaf dan kahlaf bahkan di nukil dari kesepakatan dikalangan akan tidak bolehnya mengakhirkan qodho’ melewati Ramadhan.

Adapun jika ia tidak mampu sama sekali untuk mengqodho’ puasanya karena udzur yang terus menerus menahannya, maka ia tidaklah berdosa dan hendaknya mengganti pusasanya kapan ia mampu

Hal ini berdasarkan firman Allah Swt dalam surah Al Baqarah:286 yang artinya: “Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali dalam batas kemampuannya”.

Bagi ornag yang meninggal dna belum mengqodho’ tunggakan puasanya pada bulan Ramadhan padahal sebelumnya ia mampu mengqodho’ puasanya, maka wajib atas ahli warisnya untuk embayar tunggakannya.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah riwayat bukhari-Muslim Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam bersabda : “Siapa yang mati dan padanya ada tunggakan puasa, maka ahli warisnya berpuasa untuknya”.

Adapun kalau ia meninggal sbelum memungkinkan untuk mengqodho’nya maka tidak ada dosa atasnya insya Allah dan juga tidak ada kewajiban atas ahli warisnya.

Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam surah al Baqarah:286 yang artinya : “Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali dalam batas kemampuannya”.

Ketentuan membayar fidyah

Membayar fidyah diwajibkan atas beberapa orang:

1. Laki-laki dan wanita

Laki-laki dan wanita t\ua yang tidak mampu berpuasa, maka wajib atas mereka membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang telah ia tinggalkan.

2. wanita hamil dan menyusui

wanita hamil dan menyusui yang khawatir akan membahayakan kandungan atau anak yang disusui jika ia berpuasa.

Dua point diatas berdasarkan hadits ibnu Abbas riwayat ibnu jarut dalam al-Muntaqa dengan snadyang shahih menjelaskan Firman Allah Ta’ala dalam surah al baqarah :184 yang artinya : “Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa membayar) fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin”.

Berkata Ibnu Abbas:” Diberikan keringanan bagi laki-laki dan wanita tua untuk hal itu (tidak berpuasa) dan keduanya mampu untuk berpuasa , 9diberikan keringanan) untuk tidak berpuasa apanila mereka berdua ingin dan memberi makan satu orang miskin setiap hari dan tidak ada qodho’ atas mereka berdua, kemudian hal tersebut dihapus hukumnya dalam ayat (alBaqarah:185){barang siapa diantara kalian menyaksikan bulan Ramadhan maka hendaknya ia berpuasa} maka tetaplah hukumnya bagi laki-laki dan wanita tua yang tidak mampu untuk berpuasa dan juga bagi wanita hmil dan menyusui apabila keduanya khawatir (akan memberikan bahaya kepada kandungannya atau menyusui anak yang ia susui), keduanya berbuka dan tidak membayar fidyah setiap hari)”.

3. Orang sakit terus-menerus yang tidak diharapkan sembuhnya.

Hal ini berdasarkan riwayat lain dari ibnu abbas riwayat imam Nasa’I dengan sanad yang shahih dalam penafsiran firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah:184 yang atinya:”Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah 9yaitu memberi makan seorang miskin”.

Berkata Ibnu Abbas: “Tidak diberi keringanan untuk ini (tidak berpuasa akan tetapi membayar fidyah), kecuali pada orang tua yang tidak mampu untuk berpuasa atau pada orang sakit yang tidak sembuh”.cara membayar fidyah yaitu dengan memberi makan ornag miskin sesuai dengan jumlah hari yang ia tinggalkan, contoh :Papabila ia tidak berpuasa 15 hari maka ia memberi makan 15 orang miskin dan seterusnya. Dan membayar fidyah itu boleh dibayar sekaligus atau dibayar sebagian secara terpisah sampai ia mampu membayar seluruhnya.

Makanan untuk membayar fidyah tidak boleh di uangkan dan tidak ada ketentuan jenis dan banyaknya makanan. Yang penting makanan tersebut dianggap sebagai makanan dalam kebiasaan orang banyak dan juga banyaknya makanan yang diberikan seluruh hal tersebut kembali kebiasaan orang banyak apabila ia memberi makan dalam jumlah tertentu dan jumlah tersebut telah dianggap telah memberi makanan dalam kebiasaan orang banyak maka hal tersebut telah cukup.

Dua point diatas di petik dari dalil-dalil yang tertera dalam point yang pertama.

Membayar kaffarah

Kaffarah dikenakan pada seseorang dengan tiga syarat:

1. Melakukan hubungan dengan istri

2. Melakukan dibulan Ramadhan

Adapun jika ia melakukan di luar bulan Ramadhan yaitu pada saat ia membayar tunggakan puasa Ramadhannya, maka tidaklah dikenakan atasnya kaffarah.

3. Dalam keadaan puasa Ramadhan.

Adapun jika ia melakukan di bulan Ramadhan dan ia dalam keadaan tidak berpuasa seperti seorang yang kembali dari perjalan dan ia tidak berpuasa lalu ia mendapati istrinya baru usia mandi suci dari haid lalu keduanya melakukan hubungan maka keadaan seperti ini tidak dikenakan kaffarah.

Dan demikian pula di kenakan kaffarah atas sang istri jika ia mengajak atau menaati suaminya dengan kemauannya sendiri untuk melakukannya Menurut pendapat yang paling kuat dikalangan para ulama.

Seseorang membayar kaffarah dengan melihat kemampuannya pada salah satu dari tiga jenis kaffarah berikut ini dengan memilihnya secara berturut-turut:

Membebaskan budak, tidak ada perbedaan budak muslim atau budk kafir.

Berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa terputus, bertolak dari sini jumhur ulama mensyaratkan dua bulan ini jangan terputus dengan bulan Ramadhan dan hari-hari yang terlarang puasa yaitu hari “Idul Fitri, Idhul adha dan hari-hari tsyrik, apabila ia berpuasa kurang dari dua bulan, ia belum dianggap membayar kaffarah.

Memberi makan 60 orang miskin, dengan sesuatu yang dianggap makanan dalam kebanyakan manusia, kadar makanan untuk orang miskin sebanyak satu mud yaitu sebanyak dua telapak tangan orang biasa.

Tidak sah membayar kaffarah selain dari tga jenis tersebut diatas

Apabila ia tidak mampu membayar dari salah satu dari tiga diatas maka kewajiban membayar kaffarah tetap berada siatas pundaknya sampai ia mempunyai kemampuan untuk membayarnya.

Seluruh ketentuan diatas dipetik dari makna yang tersurat maupun tersirat dari kandungan hadits Abu Hurairah riwayat bukhari-Muslim: “Seorang lelaki datang kepada Nabi Shallalahu ‘alahi wasallam lalu berkata ; saya telah celaka wahai Rasulullah, beliau bertanya: apakah yang membuatmu celaka, ia berkata: saya telah jatuh pada istriku (berjima’) dalam bulam Ramadhan ,maka beliau bersabda: apakah engkau mampu membebaskan budak, ia berkata tidak, beliau bertanya; apakah kamu mapu berpuasa dua bulan-berturut-turut, ia berkata : tidak, beliau bertanya : apakah kamu mapu memberi makan 60 orang miskin, ia berkata tidak dan ia pun duduk, kemudian dibawakan untuk Nabi Shallalahu ‘alahi wasallam satu ‘araq (tempat yang memuat 60 mud) berisi korma maka beliau berkata kepadanya bershodaqohlah engkau dengan ini, ia berkata : apakah (diberikan) kepada orang yang lebih fakir dari kami tidak ada antara dua bukit Madinah keluarga yang lebih dari kami maka tertawalah Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam hingga nampak gigi-gigi taring beliau seraya berkata pergilah dan beri makanlah keluargamu dengannya.

Beberapa kesalahan kaum muslimin dalam puasa ramadahan

1. menentukan masuknya Ramadhan dengan memggunakan ilmu falak atau ilmu hisab

hal ini tentunya kesalahan yang snagat besar dan bertolak belakan dengan AlQur’an dan sunnah Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam.

Allah Azza wa Jalla menegaskan dalam surah al- Baqarah:185 yang artinya : “Maka barang siapa dari kalian melihat bulan maka puasalah”.

Dan juga dalam hadits Abdullah bin ‘umar dan abu Hurairah riwayat bukhari-Muslimk Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallami menegaskan : “Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah”.

Dalam ayat dan hadits tersebut diatas sangatlah jelas menunjukkan bahea masuknya Ramadhan terkait dengan melihat atau menyaksikan hilal dan tidak di kaitkan dengan menghitung.

2. Mempercepat makan sahur

Hal ini tentunya bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam yang beliau mengakhirkan sahurnya sebagaimana yang telah kita jelaskan pada edisi sebelumya.

3. Menjadikan tanda imsak sebagai batasan waktu sahur

Sering kita mendengar tanda-tanda imsak seperti seuara sirine, suara ayam berkokok, suara beduk dan lain-lainnya yang terdengar disekitar seperempat jam sebelum adzan. Tentunya ini adalah kesalah yang snagat besar dan Bi’ah sesat yang sangat bertolak belakang denga Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam yang mulia.

Allah swt berfirman dalam surah Al baqarah : 187 yang artinya: “Makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnahkanlah puasa itu sampai malam.”

Dan Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam menyatakan dalam hadits Abdullah bin ‘Umar riwayat Bukhari- Muslim ; “sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari maka makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan”.

Ayat dan hadits diatas menunjukkan bahwa batasan dan akhir makan sahur adalah adzan kedua yaitu adzan untuk shalat subuh. Inilah seharusnya yang dipegang oleh kaum muslimin menjadi adzansubuh sebagai batas terakhir makan sahur dan meninggalakan tanda imsak yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam dan para sahabatnya.

4. Melafadzkan niat puasa ketika makan sahur.

Dan ini juga perkara yang salah karena niat tidak di khususkan pada makan sahur saja bahkan bermula dari terbenamnya matahari samapai terbitnya fajar sebagaimana yang telah kami jelaskan pada edisi sebelumnya. Dan melafadzkan niat juga perkara baru dalam agama ini yang tidak pernah di contohkan oleh Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam dan para sahabatnya.

5. meninggalkan berkumur-kumur dan menghirup air ketika wudhu’

ini juga kesalahan yang banyak terjadi di kalangan kaum muslimin. Mereka menganggap bahwa berkumur-kumur dan menghirup air merupakan perkara pembatal puasa padahal berkumur-kumur dan menghirup air merupakan perkara yang disunnahkan dalam syariat Islam sebagaimana yang telah kita jelaskan dalam edisi sebelunya.

6. Anggapan tidak boleh menelan ludah

Hal ini kadang juga kita dapati pada kaum muslimin anggapan bahwa tidak boleh menlan ludah sehingga kadang kita mendapati beberapa orang dari kaum muslimin memperbanyak meludah. Tidak lah diragukan bahwa hal ini merupakan sikap berlebihan dan memberatkan diri tanpa dilandasi dengan tuntunanyang benar dlam syariat Islam.

7. Mengakhirkan Buka puasa

Ini juga kesalahan yang banyak terjadi dikalangan kaum muslimin padahal tuntunan Rasulullah Shallalahu ‘alahi wasallam sangatlah jelas akan sunnahnya mempercepat buka puasa sebagaimana telah di jelaskan pada edisi sebelumnya.

8. Menghabiskan waktu di bulan Ramadhan untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat.

9. Perasaan ragu mencicipi makanan

Perasaan ragu mencicipi makan padahal hal itu adalah boleh sepanjang menjaga jangan menelan makanan tersebut sebagaimana yang telah di jelaskan terdahulu.

10. Menyibukkan diri dengan perkara rumah tangga

Menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sehingga melalaikan dari ibadah di bulan Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir.

11. Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasanya

Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasanya. Seperti wanita hamil enam bulan yang tidak akan berpuasa dibulan Ramadhan, lalu ia membayar fidyah untuk 30 hari sebelum Ramadhan atau di awal Ramadhan. Tentunya ini adalah perkara yang salah karena kewajiban membayar fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa, sedang ia belum meninggalkan puasa sehingga harus membayar fidyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar